Opal |
Pagi ini aku berangkat ke sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu. Walhasil, cacing-cacing di perutku pada demo karena kelaparan. hmm, ini sih nggak bisa dibiarkan. khan nggak lucu kalau genderang perutku berbunyi ketika aku sedang mengajar. Setelah membeli sebungkus nasi lalapan, akupun segera siap sedia maju ke medan tempur berjihad di jalan Allah he.he. seorang mujahidah juga manusia friend :-) hmm... baunya menggoda selera. Hampir aja air liurku menetes karena aromanya yang menggelitik hidungku. Begitu sesuap nasi hampir mampir ke mulutku, tiba-tiba ada yang berteriak ....
"Ustadzaaah ... saya ikutan jugaaa, " teriak Opal seraya menghampiriku. Memang sudah menjadi kebiasaan kami untuk saling berbagi makanan. Lalu diikuti oleh Husni dan Yoga. Kalau makannya rame-rame pasti rasanya lebih lezaaaat. Tidak sampai 5 menit, nasi lalapan seharga sembilan ribu rupiah habis tak bersisa. Kami hanya saling memandang antara satu sama lain. Nasi sudah habis, tapi perut masih terasa keroncongan.
"Pal, beli sebungkus lagi ya," kataku seraya mengeluarkan uang sepuluh ribuan dari saku tas ransel kesayanganku.
"Ustadzah, kita beli ayam rica-rica aja," kata opal dengan penuh semangat.
"Jangan ustadzah!"seru Kautsar yang ternyata memperhatikan kami sedari tadi. "Tadi saya sudah makan ayam rica-rica dan saya menyerah kalah ustadzah," katanya sambil tersenyum geli. mungkin karena teringat penjuangannya ketikan makan ayam rica-rica.
"Ayam rica-rica aja ustadzah. enak lho,"bujuk Opal.
"Ustadzah ni, sudah saya kasih tau ... pedas ustadzaah,"kata Kautsar mencoba memperingatkan. Nah, kalau sudah begini jadi bingung deh. Yang satu maunya ayam rica-rica, yang lain mencoba memperingatkan.
"Ayam rica-rica aja ya, please ..." kata Opal dengan setengah memohon.
"Ya deeh, kalau memang maunya itu," kataku akhirnya.
"Horeeee, ayam rica-ricaaaa.." teriaknya sambil berlari menuju kantin.
"Ustadzah nii, sudah saya kasih tau tapi masih nggak percaya," kata Kautsar sambil tersenyum mencurigakan. sebenarnya aku agak sedikit percaya dengan peringatan Kautsar. Tapi kepikir, nggak mungkinlah pihak kantin akan menjual makanan pedas, karena nasabah mereka khan umumnya anak-anak. yaah, mungkin hanya terasa pedas dilidah anak-anak.
"Ini ustadzah, hmmm ... ennaaaak.." kata Opal dengan senyum menyeringai. Tangannya yang kecil mencoba membuka bungkusan plastik mika dengan cepat. Segera saja ia dan beberapa temannya melahap hidangan di depan kami. Aku hanya menunggu reaksi mereka. Sampai sejauh ini tidak terjadi apa-apa. Mataku menatap mereka dengan penuh selidik. Kalau-kalau ada lidah yang terbakar atau ada mata yang berair karena kepedasan.
"Eh, nggak pedas kok!" kata Opal dan diamin oleh yang lain.
"Tunggu aja, sebentar lagi," kata Kautsar sambil tersenyum. Sepertinya Opal dan yang lainnya baik-baik saja. Tanpa berpikir panjang, aku langsung tancap gas. Hmm... ennaaak. Memang sangat enak. Memang si Kautsar. Kerjanya nakut-nakutin orang aja. Memang pedas siih, tapi khan pedasnya masih sopan. Suap sekali... suap dua kali .... lezaaat. Suap tiga kali ...Ada yang nggak beres nih. Selanjutnya .... pedes beneran nih.
"Aaaa ... aiiir," teriak Opal sambil berlari mencari air. Segera kuraih botol minuman disampingku. Kautsar tertawa terpingkal-pingkal melihat gelagat kami yang keblingsatan karena kepedasan.
"Sudah di kasih tau tapi malah nggak percaya," katanya penuh rasa kemenangan.
"Aaaaa... ustadzah kepedasaaan .. ha..ha.." kata Opal sambil tertawa terpingkal-pingkal. Dasar si Opal, kayaknya bahagia banget kalau oranbg lagi sengsara.
"Ada apa sih!" kata Huruzia yang sedari tadi sibuk menggambar.
"Ini nah, sudah ku kasih tau kalau ayam rica-rica tu pedas, tapi ustadzah sama Opal nggak percaya," kata Kautsar menjelaskan.
"Masa sih, aku mau beli ah!" katanya dengan wajah tanpa ekspresi.
Semenit kemudian, ia sudah datang dengan membawa sebungkus nasi ayam rica-rica. Segera saja tema-temnnya mengerumuninya. Bukan ingin meminta makanannya, namun ingin tau reaksinya. Dengan cueknya ia makan tanpa menghiraukan keadaan di sekelilingnya. tidak ada yang besuara. semuanya menunggu dengan penuh perhatian. satu menit telah berlalu. nasinya telah habis separuh. namun tidak ada perubahan diwajahnya. Namun dua menit kemudian ....
"Ada air minum nggak?" katanya tanpa merubah ekspresi wajahnya.
--@@--
Kautsar |
"Aaaa ... aiiir," teriak Opal sambil berlari mencari air. Segera kuraih botol minuman disampingku. Kautsar tertawa terpingkal-pingkal melihat gelagat kami yang keblingsatan karena kepedasan.
"Sudah di kasih tau tapi malah nggak percaya," katanya penuh rasa kemenangan.
"Aaaaa... ustadzah kepedasaaan .. ha..ha.." kata Opal sambil tertawa terpingkal-pingkal. Dasar si Opal, kayaknya bahagia banget kalau oranbg lagi sengsara.
"Ada apa sih!" kata Huruzia yang sedari tadi sibuk menggambar.
"Ini nah, sudah ku kasih tau kalau ayam rica-rica tu pedas, tapi ustadzah sama Opal nggak percaya," kata Kautsar menjelaskan.
Hurruzia |
"Masa sih, aku mau beli ah!" katanya dengan wajah tanpa ekspresi.
Semenit kemudian, ia sudah datang dengan membawa sebungkus nasi ayam rica-rica. Segera saja tema-temnnya mengerumuninya. Bukan ingin meminta makanannya, namun ingin tau reaksinya. Dengan cueknya ia makan tanpa menghiraukan keadaan di sekelilingnya. tidak ada yang besuara. semuanya menunggu dengan penuh perhatian. satu menit telah berlalu. nasinya telah habis separuh. namun tidak ada perubahan diwajahnya. Namun dua menit kemudian ....
"Ada air minum nggak?" katanya tanpa merubah ekspresi wajahnya.
--@@--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar