“Ustadzaaah, Sulthon sembunyikan sepatu saya,” lapor Akmal siang itu.
“Kok bisa disembunyikan?” Tanyaku mencoba mencari informasi.
“Nggak tau ustadzah ... nah tuuu Suthonnya,” kata Akmal sambil menunjuk Sulthon yang tiba-tiba masuk kelas. Melihat akmal mengadu kepadaku, Sulthon Cuma cengar-cengir sambil berlalu menuju kursinya. Sepertinya ia sudah menduga topik pembicaraan kami.
“Sulthon, ada yang mau diceritakan?” tanyaku kepadanya. Begitu mendengar pertanyaanku, tawanya langsung meledak tak terkendali. Kalau sudah begini, aku tahu apa yang terjadi. Pasti deh keusilannya kumat lagi. Ni anak memang kelakuannya berbanding terbalik dengan wajahnya yang cool. Kalau nggak mengenalnya dengan baik, pasti akan menyangka aduan Akmal tadi hanyalah fitnah belaka.
“Ha...ha...ha... enggak ustadzah hi..hi..hi...,” katanya sambil mencoba meredakan tawanya. “Itu sih salahnya sendiri. Saya suruh sholat, dianya malah main. Jadi saya sembunyikan aja sepatunya ha..ha..ha...” jawabnya sambil tertawa puas.
“Betulkah Mal?”
“He...he... betul ustadzah,” jawab Akmal tersipu-sipu.
“Sulthon, kalau mau memberitahu teman, haruslah dengan cara yang baik. Next time, nggak boleh lagi nak ya...” nasehatku kepadanya.
“Kemarin Sulthon juga pukul saya ustadzah,” kata Akmal mengadu lagi.
“Eh enggak, itu kan Cuma main-main,” katanya cengengesan
“Sulthon ... “ kataku sambil menatapnya.
“Nggak sengaja ustadzah, he...he...he...”
Ya ampuuun anakku yang satu ini. Dalam sehari bisa 4 sampai 5 kali aduan datang kepadaku. Tetapi setiap kali diintrogasi, hasilnya selalu sama. Kalau tidak sengaja, pasti karena teman-temannya melanggar aturan kelas. Hari ini alasannya temannya nggak sholat, kemarin karena nggak piket, kemarinnya lagi karena main di kelas. Semuanya punya alasan yang mendukuing. Jadi ingat si pitung nih. Si pembela kebenaran tapi dengan cara merampok. Ditambah lagi kalau lagi mengintrogasinya, ia selalu memperlihatkan wajah tak berdosa. Rasanya beraaat banget. Nggak tega jadinya L
Kalau kuingat-ingat, tahun lalupun ada kejadian serupa. Tapi pelakunya adalah Vanda. Usilnya luar biasa. “Nggak sengaja ustadzah” atau “dia yang salah ustadzah” itulah jawabannya jika ditanya. Dua orang ini seperti dua sisi mata uang. Hobbinya sama, namun berbeda rupa. Sepertinya tipe-tipe seperti ini selalu ada di kelas yang kupegang. Dua tahun yang lalu ada Yopis yang punya bakat yang sama. Tapi, kalau dipikir-pikir, dunia jadi berwarna kalau ada mereka. Seruu men! Tapi ingat, jangan kalah pinter dengan mereka he...he...he... Salah mendidik mereka, akan berbahaya bagi masa depannya dan masa depan umat. Pengacara atau politikus adalah pilihan profesi yang baik untuk mereka. Mungkiiin .... itu hanya perkiraanku saja. Aku kan bukan peramal. Kita lihat saja nanti. Sepuluh tahun kedepan mereka akan jadi apa nantinya. Jadi penasaran nih J.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar